Sepertinya
hari itu bukan hari terbaiknya. Dia merasa kesepian dan merasa hampa di saat
yang bersamaan. Dengan hanya pegangan di pinggir gedung itu yang menemaninya,
dia menatap lurus ke gedung-gedung tinggi di Jakarta. Bukan hari yang baik
untuknya. Susasanadi sekitarnya pun tidak membuatnya beranjak dari perasaan
kelabu tersebut. Angin sepoi-sepoi disertai cuaca yang mendungnya menutupi
panasnya matahari siang inilah yang membuat suasqana tersebut mendukungnya
untuk terus bersama pegangan di pinggir gedung itu.
Ketika
hati memilih seseorang untuk membuatnya nyaman di kehidupannya, apakah pilihan
hati tersebut telah tepat? Hati, apakah hati bisa salah dalam menentukan apa
nyang seharusnya kita butuhkan. Hati, apakah hati itu selalu benar seperti
firman Tuhan yang selalu benar? Hati, apakah hati dapat menentukan apa saja
dengantepat pilihan-pilihan hidup di dunia ini?
Dengan
tertatih-tatih dia mengubah posisinya dari menghdap gedung sambil berpegang
pada pegangan tersebut menjadi bersandar pada pegangan itu dan menatap kosong
bagian atas gedung tersebut. Kali ini wajahnya seperti mendapat sebuah percikan
cahaya namun tetap tidak menutup dirinya bahwa dia berada dalam sebuah masalah.
Masalah yang menghantuinya selama ini. Masalah yang seharusnya tidak penting
bnamun harus menjadi penting. Masalah yang mungkin tidak ada dalam hidupnya. Masalah
tersebut kini dikuasai oleh nafsu yang membuatnya semakin buruk. Percikan cahaya
yang menyinarinya pun seiring sirna dengan kuasa nafsu yang mengiringi.
Nafsu,
apakah nafsu itu jahat? Nafsu, bilakah nafsu tiada maka manusia akan menjadi
baik semua? Nafsu, apakah nafsu tersebut dapat disalahkan akibat dari semua
perilaku buruk manusia? Nafsu, apakah nafsu itu kebalikan dari kebaikan? Nafsu,
Apakah…
Dengan
pandangan tanpa jawaban-jawaban yang jelas dari pertanyaan-pertanyaan
dipikirannya di berjalan melangkah jauh dari pegangan gedung tersebut. Selagi melangkah
dirinya mendengar suara yang sungguh sangat familiar. Suara tersebut bersaut2an
dari satu titik ke titik yang lain. Suara tersebut semakin keras dan
menggetarkan hatinya. Dengan tersenyum dia semakin yakin meninggalkan pegangan
tersebut menuju pintu lift.
“well,
sudah waktunya solat...”
0 comments:
Post a Comment