Saturday, January 17, 2015

CINTA DAN NAFSU

Sepertinya hari itu bukan hari terbaiknya. Dia merasa kesepian dan merasa hampa di saat yang bersamaan. Dengan hanya pegangan di pinggir gedung itu yang menemaninya, dia menatap lurus ke gedung-gedung tinggi di Jakarta. Bukan hari yang baik untuknya. Susasanadi sekitarnya pun tidak membuatnya beranjak dari perasaan kelabu tersebut. Angin sepoi-sepoi disertai cuaca yang mendungnya menutupi panasnya matahari siang inilah yang membuat suasqana tersebut mendukungnya untuk terus bersama pegangan di pinggir gedung itu.


Ketika hati memilih seseorang untuk membuatnya nyaman di kehidupannya, apakah pilihan hati tersebut telah tepat? Hati, apakah hati bisa salah dalam menentukan apa nyang seharusnya kita butuhkan. Hati, apakah hati itu selalu benar seperti firman Tuhan yang selalu benar? Hati, apakah hati dapat menentukan apa saja dengantepat pilihan-pilihan hidup di dunia ini?


Dengan tertatih-tatih dia mengubah posisinya dari menghdap gedung sambil berpegang pada pegangan tersebut menjadi bersandar pada pegangan itu dan menatap kosong bagian atas gedung tersebut. Kali ini wajahnya seperti mendapat sebuah percikan cahaya namun tetap tidak menutup dirinya bahwa dia berada dalam sebuah masalah. Masalah yang menghantuinya selama ini. Masalah yang seharusnya tidak penting bnamun harus menjadi penting. Masalah yang mungkin tidak ada dalam hidupnya. Masalah tersebut kini dikuasai oleh nafsu yang membuatnya semakin buruk. Percikan cahaya yang menyinarinya pun seiring sirna dengan kuasa nafsu yang mengiringi.


Nafsu, apakah nafsu itu jahat? Nafsu, bilakah nafsu tiada maka manusia akan menjadi baik semua? Nafsu, apakah nafsu tersebut dapat disalahkan akibat dari semua perilaku buruk manusia? Nafsu, apakah nafsu itu kebalikan dari kebaikan? Nafsu, Apakah…


Dengan pandangan tanpa jawaban-jawaban yang jelas dari pertanyaan-pertanyaan dipikirannya di berjalan melangkah jauh dari pegangan gedung tersebut. Selagi melangkah dirinya mendengar suara yang sungguh sangat familiar. Suara tersebut bersaut2an dari satu titik ke titik yang lain. Suara tersebut semakin keras dan menggetarkan hatinya. Dengan tersenyum dia semakin yakin meninggalkan pegangan tersebut menuju pintu lift.


“well, sudah waktunya solat...”


0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More